FAKTANASIONAL.COM//JAKARTA – Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) pada Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat menggelar sidang pembacaan putusan terhadap Ajun Komisaris Besar Polisi (AKBP) Bambang Kayun Panji Sugiharto, Senin (4/9/2023).
Mantan Kepala Sub Bagian Penerapan Pidana dan HAM Bagian Penerapan Hukum Biro Bankum Divisi Hukum Polri ini merupakan terdakwa kasus dugaan suap sebesar Rp 57,1 miliar.
Bambang Kayun diduga mengondisikan proses penyidikan dan pengurusan surat perlindungan hukum terhadap dua orang bernama Emylia Said dan Herwansyah.
“Berdasarkan penundaan oleh hakim kemarin, maka Senin putusan,” kata Kuasa Hukum Bambang Kayun, Sumardhan.
Berdasarkan jadwal, sidang dengan nomor perkara 51/Pid.Sus-TPK/2023/PN Jkt.Pst ini bakal digelar di ruang Wirjono Projodikoro I PN Tipikor Jakarta pukul 10.00 WIB.
Dalam perkara ini, jaksa penuntut umum (JPU) pada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menuntut Bambang Kayun dihukum 10 tahun penjara dan denda Rp 300 juta subsider delapan bulan kurungan.
Bambang Kayun didakwa menerima suap Rp 57,1 miliar dan mobil Toyota Fortuner senilai Rp Rp 476.300.000 untuk pengurusan perkara PT Aria Citra Mulia (ACM).
Jaksa KPK Januar Dwi Nugroho meminta majelis hakim Pengadilan Tipikor Jakarta menyatakan Bambang Kayun bersalah sesuai dakwaan pertama.
“(Menuntut) menjatuhkan pidana terhadap Bambang Kayun Bagus Panji Sugiharto dengan pidana penjara selama 10 tahun dan denda Rp 300 juta subsider delapan bulan penjara,” kata jaksa dalam sidang pada 10 Agustus 2023.
Selain pidana badan dan denda, Jaksa KPK juga menuntut Bambang Kayun membayar uang pengganti sebesar Rp 57,1 miliar.
Jaksa menilai, perbuatan Bambang Kayun telah terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana suap sesuai Pasal 12 a Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 64 Ayat (1) KUHP.
Adapun suap diduga diberikan dua pengusaha bernama Emilya Said dan Herwansyah yang tengah sedang berperkara di Bareskrim Mabes Polri.
Emilya dan Herwansyah diketahui terjerat hukum karena memalsukan surat dalam perebutan hak waris perusahaan kapal, PT Aria Citra Mulia.
Dua pengusaha itu mendapatkan saran dari Bambang Kayun agar mangkir dari pemeriksaan penyidik Bareskrim Polri.
Mereka kemudian meminta pemeriksaan dilakukan di Kantor PT Aria Citra Mulia di Harmoni, bukan Mabes Polri.
“Atas permintaan Emylia Said dan Herwansyah tersebut, terdakwa menyatakan akan membantu dan meminta disiapkan uang sebesar Rp 700 juta yang akan diberikan kepada penyidik yang menangani dan disetujui oleh keduanya,” kata Jaksa KPK.
Dinilai tak layak diadili
Usai sidang tuntutan, majelis hakim juga memberikan kesempatan bagi kubu Bambang Kayun untuk menyampaikan nota pembelaan atau pleidoi.
Dalam kesempatan itu, tim penasihat hukum perwira menengah Polri itu berpandangan, dugaan suap yang didakwakan Jaksa KPK tidak layak dibawa ke ruang persidangan.
Kuasa Hukum Bambang Kayun mengatakan, dua orang yang diduga memberikan suap tidak pernah diperiksa dalam penyidikan maupun dihadirkan di persidangan.
Padahal, berdasarkan Pasal 185 Ayat (1) KUHAP disebutkan, keterangan saksi yang dijadikan sebagai alat bukti ialah apa yang saksi nyatakan disidang pengadilan.
Oleh sebab itu, ketentuan Pasal 183 KUHAP tidak dapat dijatuhkan kepada terdakwa, lantaran keterangan Emylia Said dan Herwansyah yang tidak pernah didengarkan di persidangan tidak bisa dijadikan alat bukti.
“Bahwa penuntut umum tidak cermat dan lalai dalam menyusun dakwaan pertama dan kedua yang mana tidak terdapat pelaku suap dalam perkara a quo, seharusnya perkara terdakwa tidak layak dihadapkan di muka persidangan karena pelaku suap yaitu Emylia Said dan Herwansyah tidak ada,” kata Sumardhan dalam sidang di Pengadilan Tipikor Jakarta pada 28 Agustus 2023.
Sumardhan mengklaim, perkara yang menjerat kliennya merupakan rekayasa seseorang bernama Farhan. Terlebih, keterangan Farhan di muka persidangan bertentangan dengan saksi-saksi lainnya yang dihadirkan Jaksa KPK.
Oleh karena itu, kubu Bambang Kayun menilai, telah cukup beralasan jika keterangan Farhan sepenuhnya merupakan keterangan palsu yang disampaikan di bawah sumpah sebagaimana dimaksud pada Pasal 242 KUHP.
Selain itu, keterangan Farhan juga disebut tidak didukung oleh keterangan saksi-saksi lain yaitu saksi Julia Fadeli, Janti Sukidjan, Gita Paramita, Agus Praetyono, Budi Setiawan, dan Suradi yang seluruhnya menyatakan tidak tahu adanya uang suap kepada Bambang Kayun.
“Bahwa oleh karena surat dakwaan pertama dan dakwaan kedua tidak terbukti secara sah dan menyakinkan maka terdakwa Bambang Kayun harus dibebaskan dari segala tuntutan hukum sebagaimana Surat tuntutan Nomor : 66/TUT.01.06/24/08/2023 tanggal 10 Agustus 2023,” kata Sumardhan.(***)